Kamis, 05 April 2012

Sepenggal Catatan dari Gunung Arjuno-Welirang


Gunung Arjuno (3.339 m dpl) adalah gunung api tua dan sudah tidak aktif, Sedangkan Gunung Welirang (3.156 m dpl), masih ada aktifitas yang ditunjukkan dengan adanya kawah belerang. Gunung Arjuno dan Gunung Welirang terletak pada satu gunung yang sama dan terletak dalam satu rangkaian dengan Gunung Anjasmoro dan Gunung Ringgit. Pada lembah-lembah diantaranya, terutama di lereng Gunung Arjuno dan Ringgit, terdapat puluhan peninggalan purbakala yang berserakan dan belum ditangani secara tuntas. Sebagian tertutup semak-belukar.


 Gunung Arjuno (atau Rajuna, nama kuno) terletak di Malang, Jawa Timur, bertype Strato dan berada di bawah Pengelolaan Tahura Raden Soeryo. Biasanya gunung ini dicapai dari tiga titik pendakian yang cukup dikenal yaitu dari Lawang, Tretes dan Batu. Gunung Arjuno dan Gunung Welirang terletak di Propinsi Jawa Timur Indonesia, Kedua gunung ini berada pada satu gugusan pegunungan. Untuk jalur pendakian ke puncak Arjuno dapat dimulai dari berbagai tempat, yaitu Tretes, Purwosari – Pasuruan, Wonosari - Lawang (Kebun Teh), dan Sumber Brantas (Jurang Kwali). Pendakian kami melalui jalur Jurang Kwali-Wonosari.


Senin, 25 Juli 2011

Ye! Gunung terakhir! Hari ini saya bersama keempat tim pengembaraan dari UPL MPA Unsoed Sigit, Hata, Fajar, dan Mas Dosso mendaki gunung ketiga dalam rangkaian pendakian kami menuju Gunung Arjuno-Welirang setelah mendaki Gunung Raung dan Gunung Argopuro. Pukul 08.30 kami berangkat menuju Terminal Lama Probolinggo dengan bus Akas, satu-satunya bus jurusan Bremi – Probolinggo yang biasa mangkal tepat di samping Pesanggrahan.


 

 

 

Dari Terminal Lama kami naik angkot sampai Terminal Bayu Angga Probolinggo. Dari terminal naik bus jurusan Malang sampai Karanglo. Dari Karanglo naik angkot warna oranye menuju pasar Karang Ploso. Di sana seperti biasa saya dengan ditemani Hata bertugas berbelanja keperluan logistik untuk pendakian nanti.
   
Dari Karang Ploso naik angkot lagi sampai Pertigaan Batu-Selecta. Kami menyewa angkot sampai Jurang Kwali, tetapi tarifnya mahal jika dibanding dengan tarif asli yang ditempel di pintu angkot. Itulah karena kami tidak tahu. Di sepanjang jalan pemandangan yang kami lihat sangat indah. Perkebunan apel Malang yang diselingi lahan pertanian palawija terhampar luas di kaki pegunungan yang tampak biru megah di kejauhan.

Di Jurang Kwali kami sempat berputar-putar karena alur perizinan yang tidak jelas. Sampai akhirnya kami tiba di pemandian air panas Cangar untuk mengurus izin dan membeli tiket masuk. Di sana kami bertemu dengan anak Mapala yang memberitahu kami mengenai basecamp pendakian. Gunung Arjuno-Welirang jalur Sumber Brantas tidak ada basecamp khusus, tetapi biasa menginap di Warung Makan Bu Sutami di Jurang Kwali.

Akhirnya pada pukul 17.00 kami tiba di Warung Makan Bu Sutami. Di sana kami menginap semalam dan packing logistik. Beban yang akan kami bawa besok lebih berat dari pendakian sebelumnya karena semua barang akan dibawa melintas. Air pun direncanakan akan mengambil dari bawah karena sepanjang jalur pendakian Arjuno-Welirang-Lawang tidak ada sumber air.

Selasa, 26 Juli 2011

Tepat pukul 06.00 kami meninggalkan Warung Makan Bu Sutami menuju sumber air terakhir. Jalan menuju sumber air melewati areal pertanian berupa wortel dan kentang. Jalur yang ditempuh cukup membingungkan karena banyak persimpangan. Kami pun sempat berputar-putar cukup lama. Pada pukul 08.30 kami mengambil air di tandon dan sarapan pagi sebuah gubuk sampai pukul 10.50. Saat kami memulai perjalanan,matahari sudah bersinar terik terutama di areal pertanian kentang. Jalur yang ditempuh relatif landai dan sesekali menanjak saat masuk punggungan baru.

Pukul 12.50 kami tiba di Persimpangan Gunung Arjuno-Welirang dan melakukan coffee break sampai pukul 14.00. Di sana pun kami menyimpan cadangan air yang dibawa saya dan Fajar. Jalur menuju Puncak Welirang relatif terjal dan banyak pohon tumbang. Kami pun sempat tersesat di punggungan G.Kembar 1 karena jalurnya kurang jelas. Jalur melebar dan terdiri dari batu-batu putih di jalur penambang belerang. Pergerakan kami tidak begitu cepat karena Hata yang hari itu berulangtahun kelelahan. Saya sudah merasakannya di gunung pertama (G. Raung), sekarang giliran kau, Bung!

Di plawangan carrier kami ditinggal untuk mempercepat pergerakan dan hanya punya Fajar yang dibawa. Untuk mendaki Puncak Welirang disarankan memakai penutup hidung karena terdapat gas belerang yang dapat menyesakkan napas. Jalur menuju puncak berbatu-batu labil dan harus hati-hati. Pukul 17.25 kami sampai di Puncak Welirang, puncak ketiga kami. Sunset di puncak ini sungguh menakjubkan!

Di puncak kami hanya menghabiskan waktu 15 menit untuk berfoto karena hari sudah hampir malam dan berbahaya jika berlama-lama di puncak. Pukul 17.40 kami turun dan mendirikan camp di Pos Batu Besar pada koordinat 07° 44’01”LS dan 112° 34’24”BT.

Rabu, 27 Juli 2011

Hari ini adalah operasional menuju Puncak Arjuno. Kami mulai berjalan dari pukul 08.00 menuju Persimpangan Gunung Arjuno-Welirang. Di perjalanan kami bertemu dengan penambang belerang.

Dari persimpangan mengambil jalan yang menanjak ke arah kiri. Di antara rerumput ilalang dan pohon-pohon cemara terdapat sumber uap panas (fumarole) di beberapa tempat. Jalan landai begitu masuk savana, lalu melipir punggungan G.Kembar II. Pemandangan menuju Gunung Arjuno sangat indah, hampir sama dengan keadaan vegetasi di Gunung Argopuro. Bunga-bunga primula polifera yang kuning, edelweiss, rosseberry, dan rumput tumbuh subur di antara cemara-cemara yang menjulang.

Setelah melintas padang rumput, jalan menanjak di punggungan baru yang menuju puncak. Di salah satu dataran yang cukup luas kami melakukan ishoma pada pukul 12.25. Pukul 14.25 kami melanjutkan perjalanan. Dari tempat ishoma, Puncak Arjuno sudah terlihat tapi jalur yang ditempuh masih panjang dan bercuaca panas. Pada pukul 15.15 kami tiba di Tugu Perbatasan Malang-Pasuruan. Kaki kanan di Malang, kaki kiri di Pasuruan. Sakti, kan?

Akhirnya, pada pukul 15.30 kami tiba di Puncak Arjuno, puncak terakhir dalam operasional pengembaraan. Spanduk pengembaraan dan panji UPL MPA kembali terbentang di puncak gunung. Selembar merah putih besar yang berkibar-kibar menyambut kedatangan kami. Dengan berpegangan tangan kami berdiri di puncak itu, mengungkapkan rasa bahagia dan syukur kami. Alhamdulillah, Allah memberikan kami kekuatan untuk menyelesaikan pengembaraan ini.

Tak lama di puncak, kami segera turun menuju jalur Lawang. Di sekitar puncak terdapat empat tugu memorial. Setelah itu jalur terjal dengan vegetasi centigi, edelweiss, dan paku-pakuan. Pukul 16.50 tiba di pertigaan jalur Lawang dan jalur Purwosari. Kami putuskan untuk memaksimalkan pergerakan sebelum hari gelap. Akhirnya pada pukul 17.45 kami melakukan camp pada koordinat 07° 46’58”LS dan 112° 36’36”BT.

Rabu, 28 Juli 2011

Pukul 08.15 kami memulai perjalanan turun. Target hari ini adalah turun ke Pos Izin Pendaki di Desa Wonorejo Lawang dan menuju ke Surabaya. Jalur turun tidak begitu terjal, melewati hutan dan savana.Kejadian saat di Gunung Raung terjadi lagi. Kami kekurangan air karena kurang kontrol pemakaian.

Di sepanjang perjalanan, di kejauhan Gunung Semeru tampak mengintip di antara awan-awan tebal. Pukul 09.00 kami tiba di Shelter III (Pos Mahapena). Di sana kami break selama 15 menit sembari menikmati pemandangan menakjubkan di arah timur. Bukit-bukit bervegetasi rumput dan cemara begitu cerah bermandikan cahaya matahari. Gunung Semeru tampak mempertunjukkan pemandangan yang luar biasa, menyemburkan asap tebal ke langit yang sedang biru-birunya.

Jalur setelah Pos Mahapena cukup licin dan tertutup semak dan rerumputan, lalu masuk padang rumput yang sangat luas yang dikenal dengan nama Oro-Oro Ombo. Cuaca di Oro-Oro Ombo sangat terik, ditambah lagi dengan persediaan air yang sangat sedikit. Pemandangan di Oro-Oro Ombo begitu indah. Rumput-rumput yang hijau  kekuningan, bunga-bunga putih, tampak memesona dipadu dengan hamparan awan putih yang berarak di bawah kami.

Setelah Oro-Oro Ombo tiba di Shelter II (Pos Lincing). Di sini terdapat bangunan kayu yang dapat dimanfaatkan untuk bermalam. Dari Pos Lincing jalan lebar, kering, dan panjang. Terdapat pohon-pohon sengon kecil yang baru ditanam, saliara, rumput gajah, dan pisang.

Pukul 11.40 tiba di perkebunan teh. Dari bangunan tempat pengumpulan teh mengambil jalan ke arah kiri, lalu masuk jalan setapak di tengah perkebunan teh untuk mempercepat menuju Desa Wonorejo. Jalan menuju desa sangat jauh, sementara kerongkongan kami sudah terasa kering kehausan. Akhirnya pada pukul 12.50 kami tiba di Pos Izin Pendaki Desa Wonorejo Lawang. Di sana kami bersih-bersih, masak, dan yang paling penting minum sampai puas.

Setelah selesai beraktivitas, kami berangkat menuju Stasiun Lawang pada pukul 16.25 dengan menggunkan ojek, bonceng tiga dengan membayar Rp. 7.500,00/motor. Di Stasiun Lawang menunggu kereta komuter jurusan Stasiun Gubeng Surabaya sampai pukul 19.30. Pukul 21.00 kami tiba di Stasiun Gubeng dengan disambut live music. Sungguh perjalanan yang sangat mengesankan. It’s unforgettable moment !


Naskah Oleh :

Y. Yulia Andriani
Jln. Tentara Pelajar No. 50 Ciamis 46211

Tidak ada komentar:

Posting Komentar